Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Shanxi Carbon-Peak-Carbon-Neutral Energy Revolution Research Institute (CCERR), People of Asia for Climate Solutions (PACS) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) di Provinsi Shanxi, Tiongkok, Kamis (1.8.).(MI/Ihfa F)
SHANXI Carbon-Peak-Carbon-Neutral Energy Revolution Research Institute (CCERR) bekerja sama dengan People of Asia for Climate Solutions (PACS) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan debat kedua mengenai masa depan bebas batubara. Program tersebut dibarengi dengan kunjungan lapangan transisi energi antara Tiongkok dan Indonesia pada tanggal 29 Juli hingga 1 Agustus 2024 di Provinsi Shanxi, Tiongkok.
Kunjungan tersebut mempertemukan perwakilan dari pemerintah Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur untuk mempelajari kemajuan transisi energi di Shanxi. Sebagai provinsi penghasil batu bara terbesar di Tiongkok, Shanxi memiliki cadangan batu bara sebesar 43,31 miliar ton pada tahun 2022, atau 23,3% dari total cadangan batu bara Tiongkok.
Sementara itu. Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur merupakan dua daerah penghasil batubara terbesar di Indonesia. Dengan peralihan global menuju energi terbarukan, pemerintah Indonesia, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur didesak untuk segera mengembangkan strategi pembangunan dan ekonomi yang komprehensif untuk mengatasi dampak berkurangnya produksi batu bara.
Baca juga: Ada Ratusan Tambang Ilegal, Pemerintah Didesak Ubah Kebijakan
Direktur Eksekutif CCERR Zhang Cheng mengatakan melalui diskusi dan kunjungan kedua mengenai masa depan bebas batu bara, pemerintah Tiongkok telah mengedepankan tujuan karbon ganda. Tujuannya adalah berupaya mencapai puncak emisi karbon dioksida sebelum tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum tahun 2060. Dengan pengendalian yang ketat dan pengurangan konsumsi batubara secara bertahap.
“Tiongkok dan Indonesia memiliki potensi kerja sama yang besar dalam transisi menuju energi terbarukan, termasuk transfer teknologi, investasi proyek, dan peningkatan kapasitas. “Kerja sama energi kedua negara sangat saling melengkapi dan mempunyai perspektif yang luas,” jelas Cheng dalam keterangannya, Jumat (2/8).
Direktur Eksekutif PACS Xiaojun Wang menekankan pentingnya peran teknologi energi terbarukan yang tepat guna dalam mempercepat transisi energi di wilayah penghasil batu bara. Menurut Wang, kunjungan ini memberikan kesempatan bagi Kaltim dan Sumsel untuk melihat kiprah Provinsi Shanxi dalam mengembangkan teknologi energi terbarukan.
Baca juga: KLHK menghentikan aktivitas penyimpanan batu bara PT RMK-E di Muara Enim
Dia mengatakan teknologi energi terbarukan di Shanxi masih berkembang dibandingkan dengan industri batu bara dan industri berat di provinsi tersebut. Penerapannya di daerah penghasil batu bara seringkali menghadapi tantangan terkait risiko teknis yang dinilai tinggi dan memerlukan investasi besar.
“Untuk mengatasi masalah ini, sangat penting bagi (Shanxi) untuk meningkatkan kemampuan inovasi teknologi energi terbarukan melalui pendirian lembaga penelitian ilmiah dan perusahaan teknologi tinggi, serta penerapan program pelatihan terstruktur,” jelas Wang.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan dengan transisi dari percepatan batubara, strategi mitigasi dampak ekonomi dan sosial di wilayah penghasil batubara harus diprioritaskan dalam rencana pembangunan jangka panjang dan menengah di tingkat nasional dan regional. Pemerintah Indonesia harus bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam penyusunan rencana pembangunan ekonomi berkelanjutan dan implementasi segera.
Baca Juga: Produsen Alat Berat China XCMG Luncurkan Ekskavator XE690DK
“Pemerintah harus segera mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi alternatif yang menjanjikan sekaligus meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan mempersiapkan pekerja batubara untuk industri yang berkelanjutan,” ujarnya.
“Belajar dari provinsi-provinsi besar penghasil batubara seperti Shanxi di Tiongkok dapat menginspirasi pemerintah pusat dan daerah di Indonesia untuk membayangkan perubahan transformatif yang akan terjadi dalam waktu dekat dan merencanakan perekonomian pasca batubara,” tambah Fabby.
Fabby juga menekankan pentingnya kerja sama antar pemangku kepentingan di tingkat regional, nasional, dan internasional. Tujuannya adalah untuk meminimalkan dampak ekonomi dan sosial dari transisi energi dan memfasilitasi pertukaran pengetahuan antar daerah yang memproduksi batubara dan sedang melakukan transisi ke energi ramah lingkungan.
Baca juga: 18 Orang Meninggal dalam Kecelakaan di Tambang Batubara China
Tandatangani MoU
Guna memperkuat pengetahuan transisi energi di kawasan penghasil batubara, CCERR, PACS dan IESR menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk mendorong pengembangan energi rendah karbon dan kerja sama dalam transisi energi, netralitas karbon, dan revolusi energi pada 1 Agustus.
Manajer Program Ekonomi Hijau IESR Wira A. Swadana menekankan bahwa kemitraan ini menawarkan platform berharga bagi Tiongkok dan Indonesia untuk berbagi keahlian dan praktik terbaik dalam mencapai masa depan energi berkelanjutan dan mengembangkan industri berkelanjutan.
Perjalanan Transisi Energi Tiongkok-Indonesia mencakup kunjungan ke lima lokasi utama.