PPATK harus mendeteksi transaksi mencurigakan sebesar Rp 51,4 triliun

PPATK harus mendeteksi transaksi mencurigakan sebesar Rp 51,4 triliun

Topautopay.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus melakukan deteksi transaksi mencurigakan sebesar Rp 51,4 triliun. Hal ini dilakukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan dan pencucian uang. PPATK memiliki peran penting dalam memastikan keamanan dan kepatuhan dalam transaksi keuangan di Indonesia.

WAKIL Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandan mengusut temuan transaksi mencurigakan yang dilakukan daftar calon Anggota Tetap Legislatif (DCT) untuk Pemilu 2024 yang dianalisis pada tahun 2022-2023. Dari 100 calon legislatif, ditemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp51,4 triliun. “Alangkah baiknya jika PPATK juga melakukan pengusutan mendalam terlebih dahulu terkait ditemukannya dana mencurigakan pada 100 calon legislatif, bahkan lebih,” kata Sahroni dalam keterangan pers, Kamis (11/1/2024). Baca Juga: Bawaslu Lanjutkan Informasi PPATK ke Balai Gakkumdu Menurut Sahroni, pendalaman ini harus mengungkap apakah masuk kategori tindak pidana atau sumbangan. Sebab, kata dia, jelas berbeda sehingga perlu didalami lebih lanjut temuan dugaan transaksi mencurigakan tersebut. “Termasuk kategori manakah aliran uang ini? Apakah itu kejahatan atau sebenarnya sumbangan? Karena yang jelas nanti sangat berbeda. Nah, agar masyarakat tidak menebak-nebak semuanya, mending dicek sekali lagi. Nanti kalau ada unsur pidananya kita padamkan, jelas politikus Fraksi NasDem ini. Oleh karena itu, Sahroni meminta PPATK mengungkap seluruh pihak yang diduga menerima dana dari luar negeri. Jadi, menurut Sahroni, persoalan yang diangkat PPATK tidak hanya menjadi topik hangat di masyarakat. Jika ada dugaan adanya unsur tindak pidana maka akan segera diserahkan ke polisi. Baca juga: Temuan PPATK Soal Caleg dan Politisi Penerima Uang Triliunan Harus Ditanggapi Serius “Selama memang ada temuan nyata adanya unsur pidana, PPATK harus pastikan bisa menyelesaikan kasus ini.” data ke aparat penegak hukum lalu ditindaklanjuti hingga tuntas,” jelasnya. “Jangan sampai hobi digaungkan di muka umum, tapi kemudian hilang begitu saja tanpa ada tindak lanjut. Ini harus bocor. Jangan seperti kasus transaksi Rp 349 triliun, coba di mana? “Masyarakat tidak pernah mendapat kabar apapun,” tutupnya. Sebelumnya diberitakan, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, laporan penerimaan dana bendahara partai politik diperoleh dari International Fund Transfer Teaching (IFTI) untuk 100 orang yang ada dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu. . Menurut Ivan, DCT menerima dana sebesar Rp7,7 triliun untuk 100 DCT dari luar negeri, dan ada juga yang mengirimkan dana sebesar Rp5,8 triliun ke luar negeri. Ia menjelaskan, temuan tersebut bisa membedakan antara 100 orang di DCT yang menerima uang dari luar negeri dan yang mengirim uang ke luar negeri. Baca Juga: 100 Caleg Punya Transaksi Mencurigakan Rp 51 Triliun, Kenapa KPK Tak Usut? Laporan tersebut, kata Ivan, berupa dugaan transaksi pembelian barang tidak langsung terkait kampanye dan kegiatan lainnya senilai Rp592 miliar. “Ada laporan transaksi pembelian barang yang secara tidak langsung kita ketahui terkait dengan kampanye dan segala macamnya, ada 100 DCT yang telah melakukan transaksi pembelian barang senilai Rp 592 miliar,” ujarnya. (RO/S-4)

Bacaan Lainnya

WAKIL Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandan mengusut temuan transaksi mencurigakan yang dilakukan daftar calon Anggota Tetap Legislatif (DCT) untuk Pemilu 2024 yang dianalisis pada tahun 2022-2023.

Dari 100 calon legislatif, ditemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp51,4 triliun.

“Alangkah baiknya jika PPATK juga melakukan pengusutan mendalam terlebih dahulu terkait ditemukannya dana mencurigakan pada 100 calon legislatif, bahkan lebih,” kata Sahroni dalam keterangan pers, Kamis (11/1/2024).

Bawaslu meneruskan informasi PPATK ke Balai Gakkumdu

Menurut Sahroni, perlunya pendalaman mendalam untuk mengetahui apakah hal tersebut masuk dalam kategori tindak pidana atau sumbangan. Sebab, kata dia, jelas berbeda sehingga perlu didalami lebih lanjut temuan dugaan transaksi mencurigakan tersebut.

“Termasuk kategori manakah aliran uang ini? Apakah itu kejahatan atau sebenarnya sumbangan? Karena yang jelas nanti sangat berbeda. Nah, agar masyarakat tidak menebak-nebak semuanya, mending dicek sekali lagi. Nanti kalau ada unsur pidananya kita padamkan, jelas politikus Fraksi NasDem ini.

Oleh karena itu, Sahroni meminta PPATK mengungkap seluruh pihak yang diduga menerima dana dari luar negeri.

Jadi, menurut Sahroni, isu yang diangkat PPATK tidak hanya menjadi topik hangat di masyarakat. Jika ada dugaan adanya unsur tindak pidana maka akan segera diserahkan ke polisi.

Temuan PPATK terkait calon legislatif dan politisi penerima uang triliunan harus ditanggapi serius

“Selama memang jelas ada unsur pidananya, PPATK harus memastikan bisa menyelesaikan kasus ini. “Memberikan informasi tersebut kepada aparat penegak hukum kemudian ditindaklanjuti hingga ada penyelesaian,” jelasnya.

“Harusnya kita tidak hobi bikin gaduh di depan umum, tapi setelah itu hilang dan tidak ada tindakan lebih lanjut. Ini harus bocor. Jangan seperti kasus transaksi Rp 349 triliun, coba di mana? tak pernah dapat kabar apa-apa,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, laporan penerimaan dana bendahara partai politik diperoleh dari International Fund Transfer Teaching (IFTI) untuk 100 orang yang ada dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu. .

Menurut Ivan, DCT telah menerima dana sebesar Rp7,7 triliun dari luar negeri untuk 100 DCT.

Yakni ada yang mengirimkan dana ke luar negeri sebesar Rp 5,8 triliun. Dijelaskannya, temuan tersebut bisa membedakan 100 orang di DCT yang menerima uang dari luar negeri dan mengirim uang ke luar negeri.

100 Calon Ada Transaksi Mencurigakan Rp 51 T, Kenapa KPK Tak Usut?

Laporan tersebut, kata Ivan, berupa dugaan transaksi pembelian tidak langsung barang terkait kampanye dan kegiatan lainnya senilai Rp592 miliar.

“Ada laporan transaksi pembelian barang yang secara tidak langsung kita ketahui terkait dengan kampanye dan segala macamnya, ada 100 DCT yang telah melakukan transaksi pembelian barang senilai Rp 592 miliar,” ujarnya. (RO/S-4)

PPATK harus lebih tajam dalam mendeteksi transaksi mencurigakan setelah mengungkapkan bahwa transaksi mencurigakan sebesar Rp 51,4 triliun terdeteksi sepanjang 2020. Langkah ini penting untuk mencegah penyalahgunaan keuangan dan memastikan keamanan sistem keuangan Indonesia. PPATK perlu terus memperkuat sistem deteksinya agar dapat mengidentifikasi transaksi mencurigakan dengan lebih efektif.

Source

Pos terkait