Topautopay.com – Changcuters tetap berupaya beradaptasi dengan zaman melalui evolusi musik dan penampilan mereka. Dengan kreativitas dan inovasi, band ini terus mempertahankan relevansi di era digital, sambil tetap setia pada akar musik mereka. Dengan perubahan teknologi dan tren, Changcuters tetap menjadi ikon dalam industri musik Indonesia.
Band The Changcuters yang tahun depan akan memasuki usia ke-20 karirnya menjadi salah satu band yang tetap eksis dan produktif dalam mengeluarkan berbagai karya. Band asal Bandung ini akan segera merilis single baru bertajuk Memang Beda yang melenceng dari renungan para anggotanya terhadap bapak-bapak dalam memaknai perbedaan. Bagi The Changcuters, eksistensinya terus berlanjut hingga saat ini berkat dukungan penggemar dari segala generasi. Untuk itu The Changcuters ingin menghadirkan karya-karya yang berkaitan dengan berbagai generasi, khususnya Generasi Z yang dianggap sebagai ‘penguasa waktu’ di era saat ini. Baca juga: The Changcuters Rilis Single That’s Different “Dulu kita juga masih muda, sekarang sudah merasa seperti ayah, jadi kita bisa menjadi ayah Gen-Z setidaknya sebagai inspirasi,” kata pelantun Muhammad Tria itu seperti dilansir podcast The Authenticity. , Selasa (20.12.). Sejalan dengan itu, gitaris The Changcuters, Alda, mengatakan salah satu kunci sukses bandnya bisa terus eksis adalah berkat dedikasi dan komunikasi yang baik yang terus menerus dari setiap anggota bandnya. “Paling tidak komitmen dan komunikasi itu penting, dan kemudian dengan terus menghasilkan karya, band ini bisa melewati tahapan setiap generasi. Karena itu komitmen kami untuk terus berkarya,” ujarnya. Baca juga: The Changcuters Berencana Rilis Lagu Baru Tahun Ini Menurut Tria, Gen-Z, hidup di era teknologi dan informasi yang sangat cepat dan mudah, juga memiliki potensi berbeda, namun juga tantangan besar. “Banyak Gen-Z yang memiliki prestasi luar biasa, namun ada juga masalah kesehatan mental yang sering dikaitkan dengan mereka,” ujarnya. Band penyanyi Hijrah to London ini juga mengatakan akan terus mengikuti perkembangan terkini, khususnya mengadaptasi alat-alat dalam karyanya dengan menggunakan teknologi digital. “Jadi sekarang kuncinya bukan mereka harus menjadi anak-anak muda di medan perang, tapi mereka akhirnya bisa melihat situasi dan menyelaraskan apa yang telah dilakukan band ini selama 19 tahun terakhir dan bagaimana membawanya ke era saat ini tanpa harus bersusah payah. terlihat terlalu tua,” jelas Tria. Selain itu, Tria menyatakan pihaknya juga memanfaatkan teknologi digital untuk berkomunikasi dengan pendukung dan melakukan promosi yang tepat. “Komunikasinya kan beda. Kalau dulu ketika membuat karya ingin disampaikan ke banyak orang, sistemnya seperti piramida, yaitu fokus pada media dan TV agar bisa disebarluaskan secara masif,” tuturnya. “Tapi kalau sekarang sistemnya diperluas semaksimal mungkin dari awal untuk mendapatkan audiens yang ingin kita tangkap, seperti media temu, jujur saja saya lebih senang, saya bisa mengapresiasinya, tapi tetap saja semuanya harus dilakukan, yang mungkin sedikit berbeda,” lanjutnya. Sembari menerapkan strategi pemasaran untuk mempromosikan dan menjual berbagai aksinya, band yang dipimpin oleh Trio, Qibila, Aldo, Dip, dan Erick ini juga melakukan riset di media sosial untuk menarik perhatian Gen-Z. Tria memberi contoh dengan melakukan voting secara online terhadap berbagai topik untuk dijadikan lagu. “Strategi kita sekarang harus digital, mau tidak mau kita tidak harus menjadi ahli digital, untuk saat ini kita harus selalu up to date dengan update, kita pasti membutuhkan orang-orang yang jauh lebih ahli, ada a banyak diskusi,” ujarnya. Hingga saat ini, The Changcuters telah merilis enam album, dan berencana merilis album ketujuh. Album pertama mereka Trying to Succeed (2006) disusul dengan Trying to Succeed Again (2008) yang dikemas ulang. Album kedua bertajuk Misteri Kalajengking Hitam menyusul pada pertengahan tahun 2009. Disusul Tugas Akhir (2011), Visualis (2013), Binauralis (2016) dan Loyalist (2020). Tak hanya itu, Changcuters juga berhasil menjaga loyalitas para penggemarnya dengan menganggap mereka sebagai teman dan saudara, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, para penggemar memiliki ruang untuk bertemu, berbincang, bahkan berfoto bersama. “Sejak awal, Changcuters selalu mengatakan, kami tidak punya basis penggemar, kami punya basis teman. Jadi ketika para fans itu berkumpul dengan The Changcuters, yang terjadi adalah mereka saling ngobrol tanpa menimbulkan anarki, ujarnya. (Z-1)
Band The Changcuters yang tahun depan akan memasuki usia ke-20 karirnya menjadi salah satu band yang tetap eksis dan produktif dalam mengeluarkan berbagai karya. Band asal Bandung ini akan segera merilis single baru bertajuk Memang Berbeda yang melenceng dari refleksi para anggotanya tentang peran sebagai ayah dalam memaknai perbedaan.
Bagi The Changcuters, eksistensinya terus berlanjut hingga saat ini berkat dukungan penggemar dari segala generasi.
Untuk itu The Changcuters ingin menghadirkan karya-karya yang berkaitan dengan berbagai generasi, khususnya Generasi Z yang dianggap sebagai ‘penguasa waktu’ di era saat ini.
The Changcuters merilis single Memang Berbeda
“Dulu kita masih muda juga, sekarang kita sudah merasa jadi ayah, jadi bisa jadi ayah bagi Gen-Z, minimal jadi inspirasi,” kata penyanyi Muhammad Tria, dilansir podcast Authenticity, Selasa (20/12).
Sejalan dengan itu, gitaris The Changcuters, Alda, mengatakan salah satu kunci sukses bandnya bisa terus eksis adalah berkat dedikasi dan komunikasi yang baik yang terus menerus dari setiap anggota bandnya.
“Paling tidak komitmen dan komunikasi itu penting, dan kemudian dengan terus menghasilkan karya, band ini bisa melewati tahapan setiap generasi. Karena itu komitmen kami untuk terus berkarya,” ujarnya.
The Changcuters berencana merilis lagu baru pada tahun ini
Gen-Z yang hidup di era teknologi dan informasi yang sangat cepat dan mudah, kata Tria, juga memiliki potensi yang berbeda-beda, namun juga tantangan yang besar.
“Banyak Gen-Z yang memiliki prestasi luar biasa, namun ada juga masalah kesehatan mental yang sering dikaitkan dengan mereka,” ujarnya.
Band penyanyi Hijrah to London ini juga mengatakan akan terus mengikuti perkembangan terkini, khususnya mengadaptasi alat-alat dalam karyanya dengan menggunakan teknologi digital.
“Jadi sekarang kuncinya bukan mereka harus menjadi anak-anak muda di medan perang, tapi mereka akhirnya bisa melihat situasi dan menyelaraskan apa yang telah dilakukan band ini selama 19 tahun terakhir dan bagaimana membawanya ke era saat ini tanpa harus bersusah payah. terlihat terlalu tua,” jelas Tria.
Selain itu, Tria menyatakan pihaknya juga memanfaatkan teknologi digital untuk berkomunikasi dengan pendukung dan melakukan promosi yang tepat.
“Komunikasinya kan beda. Kalau dulu ketika membuat karya ingin disampaikan ke banyak orang, sistemnya seperti piramida, yaitu fokus pada media dan televisi agar bisa disebarluaskan secara masif,” tuturnya.
“Tetapi jika sistemnya diperluas semaksimal mungkin dari awal untuk mendapatkan audiens yang ingin kita tangkap, seperti media pengumpulan, jujur saya akan lebih bahagia, saya akan menghargainya, tapi tetap saja semuanya harus dilakukan. dilakukan, yang mungkin sedikit berbeda,” lanjutnya.
Sembari menerapkan strategi pemasaran untuk mempromosikan dan menjual berbagai aksinya, band yang dipimpin oleh Trio, Qibila, Aldo, Dip, dan Erick ini juga melakukan riset di media sosial untuk menarik perhatian Gen-Z. Tria memberi contoh dengan melakukan voting secara online terhadap berbagai topik untuk dijadikan lagu.
“Strategi kita sekarang harus digital, mau tidak mau kita tidak harus menjadi ahli digital, untuk saat ini kita harus selalu mengikuti perkembangan, kita pasti membutuhkan orang-orang yang jauh lebih ahli, ada banyak diskusi,” katanya.
Hingga saat ini, The Changcuters telah merilis enam album, dan berencana merilis album ketujuh.
Album pertama mereka Trying to Succeed (2006) disusul dengan Trying to Succeed Again (2008) yang dikemas ulang. Album kedua bertajuk Misteri Kalajengking Hitam menyusul pada pertengahan tahun 2009. Disusul Tugas Akhir (2011), Visualis (2013), Binauralis (2016) dan Loyalist (2020).
Tak hanya itu, Changcuters juga berhasil menjaga loyalitas para penggemarnya dengan menganggap mereka sebagai teman dan saudara, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, para penggemar memiliki ruang untuk bertemu, berbincang, bahkan berfoto bersama.
“Sejak awal, Changcuters selalu mengatakan, kami tidak punya basis penggemar, kami punya basis teman. Jadi ketika para fans itu berkumpul dengan The Changcuters, yang terjadi adalah mereka saling ngobrol tanpa menimbulkan anarki, ujarnya. (Z-1)
Changcuters terus berupaya beradaptasi dengan konteks zaman melalui eksperimen musik dan gaya baru, menjaga relevansi di era digital. Mereka tetap konsisten menghadirkan karya-karya yang segar dan inovatif, menunjukkan kesediaan untuk terus berevolusi seiring dengan perkembangan zaman. Grup musik ini tetap menjadi ikon dalam industri musik Indonesia.